Cinta romantik, bukan cinta agape, yang biasa kita alami sebagai
prelude ke pernikahan. Cintalah yang meyakinkan kita untuk melangkah
bersama masuk ke mahligai pernikahan.
Masalahnya adalah, walaupun cinta merupakan suatu daya yang sangat kuat
untuk menarik dua individu, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan
keduanya.
Makin hari makin bertambah keyakinan saya bahwa yang diperlukan untuk
merekatkan kita dengan pasangan kita adalah kecocokan, bukan cinta.
Saya akan jelaskan apa yang saya maksud.
Biasanya cinta datang kepada kita ibarat seekor burung yang tiba-tiba
hinggap di atas kepala kita. Saya menggunakan istilah "datang" karena
sulit sekali (meskipun mungkin) untuk membuat atau mengkondisikan diri
mencintai seseorang.
Setelah cinta menghinggapi kita, cinta pun mulai mengemudikan kita ke
arah orang yang kita cintai itu. Sudah tentu kehendak rasional turut
berperan dalam proses pengemudian ini.
Misalnya, kita bisa menyangkal hasrat cinta karena alasan - alasan tertentu.
Tetapi, jika tidak ada alasan-alasan itu, kita pun akan menuruti
dorongan cinta dan berupaya mendekatkan diri dengan orang tersebut.
Cinta biasanya mengandung satu komponen yang umum yakni rasa suka.
Sebagai contoh, kita berkata bahwa pada awalnya kita tertarik dengan
gadis atau pria itu karena sabarannya, kebaikannya menolong kita,
perhatiannya yang besar terhadap kita, wajahnya yang cantik atau
sikapnya yang simpatik, dan sejenisnya. Dengan kata lain, setelah
menyaksikan kualitas tersebut di atas timbullah rasa suka terhadapnya
sebab memang sebelum kita bertemu dengannya kita sudah menyukai kualitas
tersebut. Misalnya, memang kita mengagumi pria yang sabar, memang kita
menghormati wanita yang lemah lembut, memang kita mengukai orang yang
rela menolong orang lain dan seterusnya.
Jadi, rasa suka muncul karena kita menemukan yang kita sukai pada dirinya.
Saya yakin cinta lebih kompleks dari apa yang telah saya uraikan.
Namun khusus untuk pembahasan kali ini, saya membatasi lingkup cinta
hanya pada unsur suka saja. Cocok dan suka tidak identik namun sering
dianggap demikian. Saya berikan contoh.
Saya suka rumah yang besar dengan taman yang luas, tetapi belum tentu
saya cocok tinggal di rumah yang besar seperti itu. Saya tahu saya tidak
cocok tinggal di rumah sebesar itu sebab saya bukanlah tipe orang yang
rajin membersihkan dan memelihara taman (yang dengan cepat akan
bertumbuh kembang menjadi hutan). Itulah salah satu contoh di mana suka
tidak sama dengan cocok.
Contoh yang lain. Rumah saya kecil dan cocok dengan saya yang berjadwal lumayan sibuk dan kurang ada waktu mengurusnya.
Namun saya kurang suka dengan rumah ini karena bagi saya, kurang besar
(tamannya). Pada contoh ini kita bisa melihat bahwa cocok berlainan
dengan suka. Pada intinya, yang saya sukai belum tentu cocok buat saya;
yang cocok dengan saya belum pasti saya sukai. Sekarang kita akan
melihat kaitannya dengan pemilihan pasangan hidup.
Tatkala kita mencintai seseorang, sebenarnya kita terlebih dahulu
menyukainya,dalam pengertian kita suka dengan ciri tertentu pada
dirinya. Rasa suka yang besar (yang akhirnya berpuncak pada cinta) akan
menutupi rasa tidak suka yang lebih kecil dan -- ini yang penting --
cenderung menghalau ketidakcocokan yang ada di antara kita. Di sinilah
terletak awal masalah.
Ini yang acap kali terjadi dalam masa berpacaran. Rasa suka meniup
pergi ketidakcocokan di antara kita, bahkan pada akhirnya kita
beranggapan atau berilusi bahwa rasa suka itu identik dengan kecocokan.
Kita kadang berpikir atau berharap,"Saya menyukainya, berarti saya
(akan) cocok dengannya." Salah besar!
Suka tidak sama dengan cocok; cinta tidak identik dengan cocok! Alias,
kita mungkin mencintai seseorang yang sama sekali tidak cocok dengan
kita. Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi istri Adam, Ia
menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada pada penciptaan
istri manusia, yakni, "Aku akan menjadikan penolong baginya, yang
sepadan dengan dia."
Kata "sepadan" dapat kita ganti dengan kata "cocok." Tuhan tidak hanya
menciptakan seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja
menciptakan seorang wanita yang cocok untuk Adam.
Tuhan tahu bahwa untuk dua manusia bisa hidup bersama mereka harus cocok.
Menarik sekali bahwa Tuhan tidak mengagungkan cinta (romantik) sebagai
prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita petunjuk bahwa yang
terpenting bagi suami dan istri adalah kecocokan. Ironisnya adalah, kita
telah menggeser hal esensial yang Tuhan tunjukkan kepada kita dengan
cara mengganti kata "cocok" dengan kata "cinta." Tuhan menginginkan yang
terbaik bagi kita; itulah sebabnya Ia telah menyingkapkan hikmat-Nya
kepada kita.
Sudah tentu cinta penting, namun yang terlebih penting ialah, apakah ia cocok denganku?
Saya teringat ucapan Norman Wright, seorang pakar keluarga di Amerika
Serikat, yang mengeluhkan bahwa dewasa ini orang lebih banyak
mencurahkan waktu untuk menyiapkan diri memperoleh surat ijin mengemudi
dibanding dengan mempersiapkan diri untuk memilih pasangan hidup. Saya
kira kita telah termakan oleh motto, "Cinta adalah segalanya," dan
melupakan fakta di lapangan bahwa cinta (romantik) bukan segalanya.
Jadi, kesimpulannya ialah, cintailah yang cocok dengan kita!
0 komentar:
Post a Comment